Pos Indonesia (Masih Saja) Membuat Ulah


Sudah lama banget aku nggak kirim surat. Terakhir kali waktu aku masih ada di kampung halaman dan belum hijrah ke Jakarta. Nah, kebetulan banget kosanku dekat dengan kantor pos. Jadi ceritanya hari ini aku akhirnya kirim surat lagi. Ini juga pertama kalinya aku masuk ke kantor pos tersebut.

Aku menunjukkan surat yang mau aku kirim ke Jepang pada pak satpam dan dijawab agar menuju ke loket 3. Nah, dari sini saja sudah kelihatan agak nggak beres karena nggak ada kertas antrian. Kalau di tempat asalku ada, ditunjang dengan layar monitor gitu buat menampilkan nomor antrian yang sedang dilayani. Untung saja sedang tidak terlalu ramai jadi lebih terhindar dari serobot nyerobot.

Iseng-iseng, aku melihat seluruh isi kantor pos. Bangunannya besar, dilihat dari luar juga sudah kelihatan besar, jadi aku mengira pelayanannya pasti profesional. Lalu tiba-tiba mataku melihat aja bus surat dari kayu yang terletak dekat pintu masuk. Lah, itu kenapa satpam nyuruh aku antri ke loket? Padahal jelas-jelas tadi satpamnya lihat suratku sudah ditempeli prangko. Tapi ya sudahlah, hitung-hitung istirahat dulu sudah jalan lumayan di tengah hari yang panas. Ingin tanya sekalian apa masih melayani pengiriman surat ke Jerman, secara aku dapat informasi soal ditutupnya kiriman surat ke Jerman dari Twitter sementara karena wabah ini. 

Tiba saatnya aku maju dan sudah mulai jalan, eh diserobot dong, wkwkw. Untungnya satpam tadi mengingatkan ibu-ibu (ehem, ibu-ibu) itu kalau giliran aku duluan. Nah, aku langsung bilang kalau mau kirim surat sambil nyodorin barangnya. Si masnya belum ngomong apa-apa, aku langsung tanya apa masih melayani pengiriman surat berprangko ke Jerman. Dia bilang masih. Ya sudah aku langsung kasih aja sekalian suratnya, hehe. Nah baru setelah itu si masnya bilang kalau kirim ke Jepang harusnya pakai prangko lima belas ribu, dan ujung-ujungnya bilang kalau ke Jerman tiga ratus ribu! Whattt?? Langsung aku ngegas lah. Aku minta dilihatin tabel tarifnya kalau memang ada. Dia bilang ada, tapi minta dulu sama bapak-bapak yang duduk di meja belakangnya. Tapi masalahnya, bapak tersebut lagi makan siang dan nggak tahu kapan balik. Aku disuruh nunggu tapi nggak mau. Takut dikerjain. Sudah nunggu lama-lama tapi bapaknya nggak balik-balik... atau memang nggak pernah ada bapak-bapak yang duduk di situ? Aku berpikir mungkin itu strategi si masnya aja: aku nggak mau nunggu dan sepakat sama tarif yang dia bilang.

Aku bilang lagi kalau aku sudah tanya ke Twitter-nya Pos Indonesia dan harusnya prangko segitu sudah cukup. Sebelumnya juga aku pakai tarif itu dan selalu nyampe ke tujuan.


Akhirnya dia bilang, "Maksa, ya?"

"Apa?" (kali aja aku salah denger wkwkw)

"Maksa, ya?"

"Iya!"

"Ya sudah, tapi nggak tahu ya kalau ternyata kurang dan suratnya dibalikin asdfqwertyfefek..."

Ya udah sih, nggak peduli juga dia bilang apa akakak... Lain kali langsung masukin bus surat aja. Pegawainya nggak bisa dipercaya, sih. Ini sudah pernah terjadi dulu, ceritanya ada di sini. Waktu itu di tempat asalku, pegawainya juga nggak bisa dipercaya begitu. Ya sudah, sejak saat itu aku selalu masukin di bus surat biar nggak kena omongan yang menyesatkan. Buktinya sampai ke tujuan, kok. 

Pikirku, orang-orang itu memang suka menggiring ke pemikiran yang menyesatkan. Suka menipu, tapi kalau kita tidak terpengaruh atau ambil jalan lain, mereka akhirnya 'menyerah' dan surat itu bakalan terkirim karena memang kita sudah nurut pakai tarif yang resmi. 

Masalahnya, bagi orang-orang yang tak paham, termasuk aku dulu, ya percaya saja dengan pegawainya. Pikirku dulu, pegawai posnya tidak mungkin menyesatkan. Tapi kalau kenyatannya begini, dan masih begini, alangkah sayangnya. BUMN yang harusnya diandalkan masyarakat malah bertingkah seperti ini. Kasihan orang-orang awam yang tidak sadar kalau sedang ditipu. 

Kalau sampai seterusnya Pos Indonesia masih seperti ini, jangan harap bisa bersaing dengan jasa ekspedisi swasta. Aku sendiri tidak pernah lagi pakai jasa pos kecuali buat kirim surat/kartu pos pakai prangko, karena memang Pos Indonesia satu-satunya yang bisa diandalkan soal ini. Ketika menengok Twitter atau Instagram-nya pun, selalu dipenuhi dengan komplain dari orang-orang. Nge-post apa responnya aja hehehe.

Ingin begitu punya perusahaan milik negeri sendiri yang bisa dibanggakan, seperti layanan pos punya Jepang. Tapi mungkin karena ini negara berkembang ya, jadinya status itu juga tercermin dari para pegawainya. Walaupun sering bikin dongkol orang-orang, tapi semoga Pos Indonesia bisa segera berbenah tanpa menjadikan masukan cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri. 

Komentar

Postingan Populer