Resensi Buku: The Miraculous Journey of Edward Tulane oleh Kate DiCamillo


Once there lived a china rabbit named Edward Tulane. The rabbit couldn't move or speak, but he could watch and listen, and he was very pleased with himself and his owner and his house. And then, one day, he was lost.

---------------------------------------------------------------------

Judul: The Miraculous Journey of Edward Tulane
Penulis: Kate DiCamillo
Bahasa: Inggris
Penerbit: Candlewick Press
Ilustrator: Bagram Ibatoulline
Tebal: 210 halaman
                                            

Halo, kembali lagi membahas tentang buku. Kali ini yang mau diresensi adalah buku berbahasa Inggris. Sebenarnya ada yang versi bahasa Indonesia, namun kebetulan yang aku baca yang versi bahasa Inggris.

Awal mula aku membaca buku ini karena penasaran. Suatu hari aku nemu tulisan di Quora yang merekomendasikan buku ini sebagai buku yang bagus. Ketika aku baca garis besar ceritanya, aku langsung tertarik. Jadilah ketika ada kesempatan beli buku di Periplus, aku membelinya di situ.

Sama seperti resensi buku sebelumnya, Tuck Everlasting, buku ini juga buku anak-anak. Tampaknya memang genre ini jadi favoritku ya. Eits, tapi bukan berarti aku orangnya kekanak-kanakan, ya. Aku cuma suka cerita yang sederhana, tanpa memakai bahasa yang nyastra dan mendayu-dayu, tapi tetap punya pesan yang bagus. Itu kenapa aku tidak suka puisi, karena aku tidak suka gaya bahasanya, hehe. Dari dulu aku tak pernah suka puisi, baik membaca atau menulis. Ini hanya preferensi pribadi aja, ya. Karena banyak orang yang merelasikan orang yang suka cerita fiksi juga suka puisi.

Aku coba menulis resensi yang dibagi dalam beberapa bagian di bawah ini.

Cerita

Buku ini bercerita tentang boneka kelinci porselen yang bagus, dimiliki oleh gadis kecil yang menyayanginya, namun boneka yang bernama Edward itu tidak punya perasaan serupa. Ia hanya memikirkan dirinya sendiri, dan seperti yang diketahui dari sinopsis, suatu hari Edward hilang. Ia terpisah dari pemiliknya. Dari sinilah petualangan hidup Edward dimulai. Ia berpindah-pindah pemilik dalam waktu lama. Ia akhirnya belajar mencintai dan juga belajar tentang kehilangan.

Layaknya manusia yang mempunyai kesalahan, perubahan sifat Edward juga butuh proses sampai akhirnya ia menjadi kelinci yang bisa mencintai. 

Bahasa

Seperti yang aku sukai dari buku anak-anak, buku ini pakai bahasa yang sederhana. Cocok dibaca anak-anak. Tapi mungkin jika dibaca anak-anak, mereka membacanya sambil lalu kali, ya. Pokoknya paham ceritanya saja. Padahal kalau dibaca orang dewasa, dan direnungkan baik-baik, kata-kata yang dirangkai penulis mengandung pesan yang relevan bagi orang dewasa juga. 

Dari segi tata bahasa, ini mungkin kali pertama aku membaca buku berbahasa Inggris yang tidak terpaku pada tata bahasa resmi. Aku tidak tahu seberapa familiar hal seperti ini di literatur berbahasa Inggris, tapi seingatku ini pertama kalinya aku menjumpai yang seperti ini. Tapi ini mungkin saja terjadi sih, sebab yang seperti ini terletak di dialog-dialognya. Dialog kan tidak harus pakai bahasa baku.

"Oh, Lawrence, you brung me a rabbit!"
atau
"...He says she don't need nothing because she ain't gonna live. But he don't know."

Coba bagian mana yang janggal?

Visual 

Kalau sudah menerbitkan buku, apalagi penerbit mayor, memang harus ya untuk benar-benar memerhatikan visual. Mulai dari sampul sampai jenis huruf, jarak antar huruf, tata letak... Nah, untuk buku ini sangat memenuhi semuanya. Apalagi jika untuk buku anak-anak seperti ini, harus dipilih huruf yang menarik dan tidak bikin sakit mata serta jarak antar huruf yang tidak rapat. Kertasnya juga bagus dan tebal. 

Lalu, jika dibandingkan dengan buku polos tanpa ilustrasi, kebanyakan orang bakal pilih mana? Kukira buku dengan ilustrasi lebih diminati, apalagi buku untuk anak-anak. Ilustrasi pula mendukung bagaimana cerita itu berjalan. Ketika membaca buku, pasti pikiran kita dengan sendirinya berimajinasi bagaimana seandainya cerita itu benar terjadi. Bagaimana rupa tokohnya, bagaimana suasananya, bagaimana penampakan rumahnya, dan lain-lain.

Sejauh aku baca buku yang ada ilustrasinya, tak ada satu ilustrasi pun yang gagal membawaku berimajinasi. Ya iyalah, kalau tidak berkualitas ya pasti tidak dipakai. Bagram Ibatoulline sukses memberikan ilustrasi-ilustrasi yang top punya, bahkan bisa membuatku tersentuh.

Beberapa ilustrasi dari buku ini

Tokoh dan Penokohan

Cerita ini berpusat pada Edward dan selalu diceritakan dari sudut pandang Edward (sudut pandang orang ketiga). Karena itulah penokohan Edward yang terasa paling kuat. Kalau ditanya siapa karakter favoritku, aku tak punya. 

Tapi tokoh Pellegrina cukup misterius bagiku. Pellegrina adalah nenek Abilene, pemilik Edward yang diceritakan di awal buku. Dialah yang memberikan Edward pada Abilene sebagai hadiah ulang tahun. Nah, tampaknya Pellegrina tahu sifat Edward yang tak punya cinta pada siapa pun itu. Ia seperti tahu bahwa Edward adalah kelinci yang tinggi hati. Suatu hari Pellegrina bercerita pada Abilene sebelum tidur tentang seorang putri yang dikutuk jadi babi hutan karena tidak mencintai siapa pun. Dia menceritakannya seakan menyindir Edward. 

At this point in her story, Pellegrina stopped and looked right at Edward. She stared deep into his painted-on eyes, and again, Edward felt a shiver go through him.

Pellegrina took Edward from Abilene. She put him in his bed and pulled the sheet up to his whiskers. She leaned close to him. She whispered, "You disappoint me."

Dan di bagian lain buku, ketika Edward sedang dengan pemiliknya yang lain, ia melihat sesosok wanita tua di suatu tempat. Edward menganggap orang itu adalah Pellegrina, karena tatapan matanya yang dalam, dan anggukan kepalanya. Itu kenapa sosok Pellegrina misterius bagiku.

Namun semua yang muncul di cerita ini punya kesan sendiri-sendiri, terutama yang tidak muncul sambil lalu, seperti para pemilik Edward. Mereka punya latar belakang sendiri-sendiri yang menjadikan kisah Edward bersama mereka unik dan berkesan.

Pesan Moral

Sering kita temui, di mana orang yang mengalami kesusahan, jika dipikir-pikir, mungkin saja di masa lalu ia melakukan kesalahan. Sering kita ini butuh 'ditegur' oleh Tuhan atas kesalahan-kesalahan di masa lalu, dengan begitu kita jadi tersadar dan akhirnya memerbaiki hal-hal yang harus diperbaiki. Dalam hal ini, tentu saja pada Edward. Ia yang awalnya tak peduli pada orang lain, sejak hilang dan terpisah dari Abilene yang mencintainya, jadi tahu apa itu cinta. Di saat ia berada dalam situasi susah, orang-orang tetap memberinya cinta seperti Abilene. Inilah yang sering kita lupakan. We tend to take many things for granted. Banyak hal-hal yang terlihat sepele hingga kita lupa untuk bersyukur. Ketika mengalami kehilangan, baru deh kita tersadar.

Relasi dengan Dunia Nyata

Seiring aku membaca buku ini, aku merasa buku ini sangat relate dengan dunia nyata. Betapa banyak peristiwa dalam hidup manusia yang serupa ini. Banyak hal berharga yang begitu saja terlewat dalam hidup yang belum sempat kita apresiasi. Sebut saja waktu. Menyia-nyiakan waktu akan terasa menyakitkan ketika kita sudah berada di masa depan dan merasa kita harusnya lebih bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Begitu juga hubungan dengan orang-orang yang kita sayangi dan menyayangi kita. Kita akan merasa kehilangan ketika orang tersebut sudah tidak ada. Begitu juga kesehatan. Bahkan napas kehidupan yang masih kita punya sekarang. Ketika manusia sudah mati, dari kacamataku sebagai orang beragama, mungkin saja ada saat-saat ia menyesal mengapa ketika masih hidup di dunia tidak melakukan ini-itu.

Kesan

Buku ini salah satu buku terbaik yang pernah kubaca. Aku bersyukur pernah menemukan tulisan yang merekomendasikan buku ini. Buat yang merekomendasikan, terima kasih banyak, ya! Buku ini sukses meninggalkan kesan besar di hatiku. 


Jadi, apa ada yang sudah pernah membaca buku ini? Bagaimana kesan kalian? Atau ada yang belum pernah, tapi berniat membaca?

Komentar

Postingan Populer