Stigma-Stigma yang Melekat pada Diri Introver

Seumur hidupku, entah dari pengalamanku atau dari pengalaman orang lain, kebanyakan kalau ngomongin introver itu konotasinya negatif dibanding ekstrover. Berikut ini contohnya:

PENDIAM, BERMASALAH, TIDAK RAMAH, NGGAK SUKA SAMA ORANG
Pendiam alias tidak banyak omong. Yang bisa diartikan orang introver itu mungkin punya masalah hidup yang mengganggunya. Dan karena nggak banyak omong pula bisa diartikan nggak ramah, karena kalau ramah harusnya ngobrol sana ngobrol sini, nyapa sana nyapa sini.

Photo by Keegan Houser on Unsplash

Padahal orang introver pendiam karena memang sudah dari sononya. Kalau nggak nyaman, ya nggak ngomong. Kalau nggak dianggap penting, ya nggak ngomong. Kalau nggak akrab, ya nggak ngomong. Bukan berarti nggak suka sama orang, sih. Cuma ketika ekstrover dapat energi dari interaksi dengan orang, introver dapat energi karena kesendiriannya.

Tapi tidak semua introver pendiam juga menurutku. Ada juga introver yang kalau ngomong keras, cerewet pula. Ada juga yang suka ngegosip hihihi. Nah, tahu dari mana dia introver? Ya dari pengakuan orangnya langsung. Dia sebenarnya anak rumahan. Kalau sudah waktunya pulang ya pulang. Kalau nggak ada yang ngajak keluar ya dia nggak keluar. Ada pula yang nggak suka kalau ada ‘kegiatan’ selepas pulang kerja. Ketika ada yang ngajak jalan-jalan atau ngumpul sehabis kerja, dia menolak. Katanya lebih enak santai di rumah. Padahal anaknya rame, lho. Dia juga nggak suka difoto. Kalau terpaksa, dia bakalan nutupin wajahnya.

Sebaliknya, ada juga orang yang ternyata ekstrover, padahal kukira dia introver. Dia kalau ngomong pelan, kalau ketawa nggak mencolok, nggak banyak omong, dan kalau kerja serius banget. Tapi kemudian aku ingat dia pernah cerita kalau lagi nggak kerja suka main-main sama temannya.

PEMALU

Image by Luidmila Kot from Pixabay 

Ada hubungannya sih sama pendiam. Karena pemalu itulah maka nggak berani ngomong. Dulu aku pemalu sekali waktu kecil, padahal sebenarnya aku suka kalau diajak pentas-pentas gitu. Sayang sekali jika rasa malu yang berlebihan bisa menghambat kegiatan. Nah yang seperti ini yang memang harus diatasi. Bahkan kalau tanya atau minta sesuatu sama orang aja menghindar karena malu minta ampun, padahal lagi butuh.

Tapi nggak semua orang introver itu pemalu. Dia mungkin pendiam tapi tidak pemalu. Atau malah tidak dua-duanya. Ada public speaker yang ternyata introver. Dari mana dia terampil berbicara begitu? Ya dari latihan. Sebaliknya ekstrover juga bisa merasa malu.

'SURAM' & BISA DITINDAS
Bisa dibilang suram karena nggak banyak ngomong, dianggap punya masalah hidup, kemana-mana sendiri, menyendiri sambil baca buku atau main game, kalau libur mendekam di rumah atau kamar, dan banyak lagi. Sebenarnya jujur saja ketika aku melihat introver lain seperti itu memang kesannya seperti itu hahahaha, cuma sebagai sesama introver aku paham jadi aku nggak bisa sembarangan menghakimi. Aku ajak ngomong dia dan nggak pernah sekalipun aku bicara, “Ngomong, dong. Diam aja” atau “Datar banget sih ekspresimu” dan sejenisnya. 

Belum lagi kalau ada kasus penjahat, psikopat, sering yang dihubungkan adalah stigma introver yang melekat pada dirinya.

"Bagaimana menurut Bapak keseharian dari pelaku?"
"Ya gitu. Orangnya memang pendiam ya, nggak banyak omong. Jarang ngumpul sama tetangga"

Begini, mungkin iya seperti itu, karena banyak introver yang memendam perasaan. Kalau lagi jengkel, tidak dikeluarkan. Kalau diejek, dia diam. Justru ketika ia mengalami banyak tekanan yang menumpuk, dia bisa suatu saat memuntahkan emosinya secara negatif. Aku pernah tahu berita tentang orang yang membunuh karena sudah lama dia diejek, dan korbannya selalu mengejeknya gendut tanpa persaan. Korban sudah diberitahu orang sekitarnya kalau lisannya itu bisa menyakiti orang, tapi ia seakan tidak peduli. Perilaku membunuh memang tidak bisa dibenarkan, tapi ingatlah lisan yang tajam itu bisa jadi senjata yang menyerang balik tuannya.

Eh, bahasanku kok gelap gini ya, haha maafkan.

BAPERAN
“Ih, baperan amat.”

“Gitu aja tersinggung.”

Banyak orang introver juga termasuk orang sensitif, lho. Maka apabila ia diejek sama orang, apalagi yang nggak akrab dengannya, dia bisa saja tersinggung, walau ‘niat’-nya adalah bercanda. Apalagi jika dilakukan berulang-ulang, bisa jadi sudah termasuk bullying. Dan hati-hati, bisa jadi kalian sudah melakukan bullying, sadar maupun tidak, dan karena kalian tidak pernah minta maaf, orang yang sudah di-bully tadi bakalan tidak menyukai kalian seumur hidup. Ngeri? Iya! Tapi tentu saja ini tak selalu berlaku pada korban introver. Semua orang bisa sakit hati.

Baca juga: Tak Ada yang Salah Menjadi Introver

KAKU
Di sini aku mau bahas soal penjurusan di SMA. Jika disandingkan jurusan IPS dan IPA, mana yang lebih 'kaku'? Pasti jawabnnya IPA. Anak-anak kutu buku, pendiam, anak 'baik-baik' biasanya masuk IPA. Lalu bagaimana kemudian jika ada anak introver yang masuk IPS? Pasti jadi perhatian. Itu yang terjadi padaku.

Dulu penggolongan jurusan baru diakukan waktu kelas 11, dan sejak kelas 10 aku sudah mantap mau masuk IPS. Bukan hanya karena nggak suka IPA, karena memang otakku nggak nyampe. Nilai di rapor pun nggak jauh dari nilai minimal ketuntasan. Menyedihkan memang, dan itu yang membuatku lebih giat lagi belajar untuk semester dua. Ada peningkatan, tapi itu karena aku belajar keras walaupun aku tidak menyukai pelajarannya. 

Mendekati kenaikan kelas, kami diberi pilihan masuk kelas apa. Aku memilih IPS. Waktu penrimaan rapor, aku diberitahu kenapa nggak ganti pilihan saja, toh aku bisa dimasukkan ke kelas IPA tanpa perlu tes karena nilaiku dianggap mencukupi. Dari sini aku sudah dapat kesan bahkan sekolah pun lebih memfavoritkan jurusan IPA. Pilihan IPS adalh pilihan pinggiran dan pilihan anak yang 'terbuang' dari IPA. Ketika tahun ajaran baru dimulai, lucunya aku mendapati namaku ada di dua kelas sekaligus: di kelas IPS dan IPA. Aku sampai ketawa pas tahu itu.

Nah, kembali ke topik awal. Anak introver 'kaku' dan lebih cocok masuk IPA. Introver pendiam, ga banyak tingkah, terkesan 'pintar', dan semuanya itu lebih terafiliasi dengan jurusan IPA dibanding IPS. Ketika aku masuk IPS, banyak yang 'kaget', tapi aku nggak terpengaruh. Aku malah 'bangga' karena aku tak seperti sangkaan orang dan berhasil mematahkan stigma kalau anak IPS itu cerewet, urakan, dan nggak dapat nilai bagus. Ya, walaupun itu cuma label aja, sih. Nyatanya ada pula anak IPA yang tidak seperti label anak IPA kebanyakan.

Jika banyak yang bilang introver pintar IPA, aku nggak. Jika banyak anak IPA yang kaku, tidak menerima perubahan, aku sebaliknya. Jika banyak yang bilang anak IPA teratur, aku nggak, he he. Mungkin yang membuat adanya label begitu karena pelajaran IPA yang paling identik dengan otak kiri, yang mana salah satunya berfungsi mengatur keteraturan. Semenara aku lebih ke otak kanan.

Bagaimana dengan pergaulan dan murid-muridnya?

Kuakui memang banyak anak IPS seperti yang 'dituduhkan'. Aku untungnya berpendirian kuat jadi nggak gampang terpengaruh. Tapi yang aku sukai, aku rasa anak-anak IPS itu, untungnya, less judgmental. Aku membandingkan mereka dengan teman-teman sekelas sebelumnya. Seingatku tak ada yang mngomentari kepribadianku (aku tidak ingat), tapi kalaupun ada, tidak banyak jadi tidak mengusikku. Mereka tak pernah 'memintaku' untuk jadi seperti mereka. Aku bahkan secara tidak langsung belajar menjadi orang yang lebih terbuka dan tampak periang seperti mereka without being fake.


Begitulah stigma-stigma yang melekat pada diri introver. Bagiku setiap kepribadian punya kelebihan dan kekurangannya dan tidak bisa dibanding-bandingkan dengan tak adil. Tidak ada orang yang seratus persen ekstrover, dan tak ada pula yang seratus persen introver. Aku pun punya sisi ekstrover. Aku harap lebih banyak orang yang menaruh perhatian pada keberagaman semacam ini. Menjadi ekstrover dan introver pun tidak melanggar nilai agama mana pun, kan? Yang membuat batasan dan sesuatu menjadi ideal adalah masyarakat itu sendiri.

Baca juga: Hal-Hal tentang Ekstrover yang Mengganggu Introver

Komentar

Postingan Populer