Hal-Hal tentang Ekstrover yang Mengganggu Introver


Sebagai introver, aku paham pasti bagi orang-orang ekstrover, introver adalah sosok yang berbeda, bahkan mengganggu karena tidak ‘sepaham’ dengan mereka. Contohnya, ketika tiap orang sibuk berkumpul dan ngobrol, pasti ada orang tak punya hati di dunia ini yang berpendapat, “Ngapain sih itu anak sendirian diam aja? Cupu amat.”

Atau, “Eh, ngomong kek. Diam aja.”

Atau, “Eh, bisa ngomong dan ketawa juga kamu.”

What the????

Yah asal kalian tahu, sebenarnya ketika kami bersuara dan tertawa, itu benar-benar berharga. Jadi ketika kalian mendengar kami begitu, itu tandanya kalian memang beruntung dan bisa membuat kami nyaman.

Jika ada hal-hal tentang introver yang mengganggu ekstrover, jangan salah, ada juga hal-hal tentang ekstrover yang mengganggu introver. Hal-hal di bawah ini merupakan pengamatanku sekian lama sejak aku kecil, he he he (Catatan: sama dengan orang introver yang tidak selalu pemalu, sifat-sifat di bawah ini juga tidak seluruhnya mencerminkan diri ekstrover).

Bagiku, orang ekstrover itu bisa…


BERISIK

Image by PublicDomainPictures from Pixabay 

Ya, kalau ini semua pasti tahu ya, dan ada dalam daftar teratas karakteristik ekstrover. Bagi aku seorang introver, menjadi seorang yang berisik bukanlah suatu sifat unggul, walau tidak selalu jadi sifat buruk juga. Tapi banyak orang berpendapat bahwa bagus untuk jadi seseorang yang berisik, bahwa berisik itu rame dan seru, dan sudah sepantasnya orang-orang jadi rame juga seperti mereka.

Tapi coba bayangkan kalau semua orang di dunia ini berisik? Bisa kujamin bahkan orang paling ekstrover sekalipun pasti jenuh jika semua orang setipe dengan mereka dan dunia tak berhenti berdengung. Mungkin telinga bisa jadi tuli kali ya.

Coba bayangkan lagi bila semua orang di dunia ini berisik? Para pemikir, peneliti, pencipta yang justru sebagian besar adalah introver bakal tidak melahirkan karya besar mereka. Karena siapa pula yang betah berdiam diri? Nggak! Mending ngobrol terus aja nggak usah mikir yang berat-berat~


PENGGOSIP

Image by Gerd Altmann from Pixabay 

Berkaitan erat dengan poin sebelumnya. Aku sampai sekarang nggak percaya ada seorang ekstrover yang nggak suka ngegosip. Yah, walaupun ga selalu dalam konteks julid, tapi seenggaknya ngomongin orang lah. Dan apakah kamu sudah cukup mengurus dirimu sendiri hingga harus tahu soal diri orang lain? Penting banget ya ngomogin kehidupan orng lain? Helllooww~

Dari kecil aku sudah biasa menyaksikan ibuk-ibuk yang rempong pengen tahu urusan orang lain. Suka ngegosip, mengintai, aduh deh aku nggak punya ketertarikan sedikit pun untuk jadi seperti mereka. Bagiku sifat seprti itu tidak cocok dijadikan teman apalagi role model, yang sayangnya, ibu-ibu pastilah punya anak yang butuh contoh yang baik dari ibunya.

Dampak dari sifatku yang nggak suka ngomongin orang ini, tentu saja, aku jadi nggak update dengan kondisi orang-orang. Aku nggak tahu kalau si anu pacaran dengan si ono, aku nggak tahu lagu ini lagunya siapa, atau nggak tahu ini orang katanya artis tapi entah sebenarnya artis apaan. Tapi ini bukan sesuatu yang disesali sih, aku malah bangga dengan diriku yang rada kudet ini. Wakakakak. Bagiku lebih banyak hal lain yang pantas diomongin, seperti desas-desus (kesannya kaya gosip juga ya wkwkw) pengurangan gaji karyawan, desas-desus bakal putus kerja sama dengan klien, atau ngomongin perkembangan diri. 

‘NGGAK PUNYA PERASAAN’

Photo by Jake Colling on Unsplash

Jangan salah. Bukan hanya ekstrover yang bisa menyebut introver nggak punya perasaan, dingin, nggak bisa ngomong, nggak butuh orag lain, dan sederet tuduhan lainnya. Bagiku ekstrover juga bisa ‘nggak punya perasaan’.

Contoh gampangnya sih ketika mengkritik introver seperti tuduhan tadi dan macam-macam lainnya, apalagi dilakukan di depan orang lain. Aku, sebagai anak introver yang sekaligus sensitif, sangat tidak suka, tersinggung, dan merasa dipermalukan jika aku digituin. Seakan-akan I’m not good enough dan harusnya aku jadi ‘senormal’ mereka. Padahal terlepas dari tuduhan-tuduhan itu, aku bukan orang jahat. Mungkin yang jahat adalah mereka yang main cap sembarangan.

Aku ada dua contoh saat aku ‘dikritik’ di depan umum. Contoh pertama sebenarnya tidak dalam konotasi negatif, tapi tetap saja aku tidak suka. Jadi ceritanya, saat itu aku kelas dua belas dan sebentar lagi kuliah. Seorang guruku seperti ngasih wejangan gitu sih kita harus bagaimana kalau kuliah nanti. Celakanya, setelah itu beliau ngomong padaku di depan murid lain, bahwa aku nantinya akan berubah ‘menjadi lebih baik’ waktu kuliah nanti, sambil tersenyum. Aku tahu apa maksudnya. Walaupun murid-murid lain kelihatan baik-baik saja dan tak ada yang komentar ketika beliau mengatakan itu, aku merasa malu luar biasa dan sebal. Kebetulan pula beliau ini guru yang kurang disukai murid-murid. Sebenarnya bukan orang yang buruk, tapi guru ini cerewet dan kaku sekali (menurutku seorang ekstrover yang koleris). Aku bahkan menganggap beliau ini pasti orang yang perfeksionis. Dan semua sifatnya itu sangat berkebalikan denganku. Mungkin aku tidak akan pernah dekat dengan orang yang seperti itu di hidupku.

Yang kedua ini malah dalam konotasi negatif. Jadi dulu aku pernah satu kamar kosan sama anak yang ekstrover. Suka hinggap dari satu kamar ke kamar lainnya. Suka ngobrol dan berisik, tapi setelah kenalan denganku beberapa lama, sikapnya denganku jadi nggak sehangat dengan anak lain. Dia nggak ngajak ngobrol aku seperti ngajak ngobrol anak lain, dan parahnya dia ga tidur di kamar yang seharusnya (yang notabene adalah kamarku juga). Beberapa bulan aku di kamar sendirian walau barang-barangnya masih ada yang di situ. Sebenarnya aku nggak keberatan sendirian hahaha, cuma ada perasaan nggak enak aja, seakan-akan aku ini orang yang gimana gitu. Akhirnya ketahuan sama yang punya kos dan dia disuruh nempatin kamarnya sendiri. Sikapnya kelihatan baik, tapi kalau sama aku dia nggak banyak ngomong.

Tapi sebelum ada drama pindah kamar itu, ini inti cerita yang mau aku ceritakan. Jadi waktu itu kami masih berbagi kamar, cuma waktu itu dia lagi ngobrol di kamar sebelah dan pintunya dibuka. Kamarku juga pintunya aku buka dan kebetulan lagi ada saudaraku berkunjung. Kami ngobrol kan, dan tiba-tiba si doi nyeletuk, ngomong ke penghuni kamar itu, bilang bahwa aku ini kok pendiem banget sih. Jedarrr… maluuuu banget rasanya aku mendengar ketika lagi diomongin begitu. Apalagi ada saudaraku di situ, yang walaupun sudah tahu dari dulu aku pendiam, tapi tetap saja membuatku malu. Seakan-akan aku gagal menjadi manusia yang normal dan ideal :(((

Oke, kamu boleh tidak suka dengan sifatku tapi aku juga tidak suka dengan sifatmu hahahaha. Impas lah. Untungnya semester depan aku bisa pindah kosan.

Lalu contoh lain dari ‘nggak punya perasaan’ adalah mengabaikan orang-orang di sekeliling. Menurut pengamatanku selama ini ada saja orang—utamanya yang ekstrover—merupakan pendengar yang kurang baik jika dibandingkan introver. Ketika aku bicara sama mereka, di satu titik mereka bakal hilang fokus atau ketertarikan  (yang mana aku tak tahu) lalu tidak mendengar lagi pembicaraanku atau tidak memberikan respon yang diharapkan. Contoh:

Aku: bla bla bla… 
Lawan Bicara: (mendengarkan. Lalu datang orang lain menginterupsi. Dua orang itu ngobrol. Orang tsb pergi. Lalu lawan bicara ‘lupa’ kalo aku tadi lagi ngomong sama dia. Dia nggak ada indikasi buat ngelanjutin percakapan tadi, sementara aku sudah awkward.  
Aku: (Am I a joke to you??)

Parahnya jika dua orang tersebut ngobrol terus, sementara lawan bicaraku tadi nggak ada itu ngomong ke aku, “Eh, sebentar ya.”. Parahnya, mereka ngomongin hal yang aku nggak ngerti atau aku nggak mau ikutan bahas! Kalo udah gitu, bye! Berarti dia tidak bisa dijadikan teman dekat.

Sebel lah. Makanya aku tumbuh (ceilah tumbuh) jadi orang yang berhati-hati ngomong sama orang, dan memastikan mereka mendengar aku selesai ngomong dan nggak mengabaikanku.

Kuakui aku pun bukan pendengar yang baik-baik amat. Aku gampang hilang fokus. Bukannya nggak tertarik sama lawan bicara, tapi aku tipe introver yang pikirannya suka kemana-mana. Suka mikirin banyak hal dan melompat-lompat. Aku diam ketika orang lain ngomong, tapi pikiranku kemana-mana hahaha. Tapi walau begitu aku berusaha tetap mendengarkan dan kasih timbal balik. Kalau ada yang menginterupsi kaya tadi, aku berusaha untuk kembali mendengarkan lawan bicara awalku.

Lalu ada juga kasus ketika banyak orang ngumpul dalam satu ruangan nih, ambil contoh pas di kelas. Pada ngobrol kan, tapi pada nggak naruh perhatian sama anak introver yang ada di situ. Lalu ketika ada yang lucu, semua tertawa termasuk si introver. Lalu seseorang nyeletuk, “Eh, bisa ketawa juga, ya?”

Aku juga perah digituin walau dalam setting yang berbeda. Ih, sebel banget tahu. Mau kusumpal aja mulut ituh orang. Dikira aku bukan manusia apa? Sebenarnya dalam hati aku membatin, “Karena kamu tidak cukup berharga untuk jadi teman akrabku, maka kamu tidak bisa sembarang mendengar tertawaku hahaha.”

Bisa dibilang nggak menaruh perhatian, tapi sekalinya ‘menunjukkan perhatian’ jadinya malah mempermalukan si orang introver. 

KURANG MEMBUAT INTROVER MERASA SPESIAL

Image by Mrs Hall from Pixabay 

Alasannya adalah situasi tadi ketika mengabaikan introver ketika berbicara. Atau bisa juga karena ekstrover ‘temannya’ banyak, maka menjadi teman seorang ekstrover tidak begitu spesial. Mungkin bisa jadi spesial jika mereka bersahabat, bukannya berteman biasa.

Eh itu kenapa ‘temannya’ pakai tanda petik? Hihihi, ini asumsiku aja ya, tapi berasarkan realita, ‘banyak teman’ tidak otomatis membuatmu punya ‘banyak teman yang baik’. Bisa jadi teman yang jumlahnya segitu itu diam-diam ngomongin atau nusuk dari belakang. Ngeri! Jadi mendingan punya teman nggak banyak kayak introver tapi lebih bisa dipercaya.


CAPER

Image by cheskapoon from Pixabay 

Dan contoh yang terakhir. Caper. Aku nggak suka orang caper. Cari perhatian. Ya, itu sepertinya natural ya buat orang ekstrover, tapi aku nggak suka aja hahaha. Apalagi ketika orang yang mau ditarik perhatiannya itu sedang nggak berkenan atau lagi melakukan sesuatu yang nggak mau diganggu.

Contohnya adalah para selebriti yang suka cari perhatian. Memang itu tidak otomatis menandakan mereka ekstrover, sih. Tapi aku males banget sama seleb yang kebanyakan publikasi padahal ga penting. Ya gonta-ganti pacar lah, yang nggak punya malu udah hamil di luar nikah lah, atau rajin update medsos padahal ya gitu… ga penting. Parahnya kalau tambah pamer kehidupan juga, mana make up tebal pula. Silau, duh!


Sekilas uneg-unegku yang sudah kuobservasi dan kupendam sekian lama. Maaf jika terkesan terlalu julid, tapi ketahuilah, sikap kalian yang seperti itu menyebalkan juga bagi kami wkwkw.

Komentar

Postingan Populer