Membuat Paspor Elektronik di Kantor Imigrasi Jakarta Pusat

Sebenarnya sudah dari beberapa tahun yang lalu ingin bikin paspor, namun baru kali ini akhirnya terlaksana. Nah, posisinya aku sedang merantau di Jakarta, dan tidak tahu kapan akan pulang, sementara sudah ingin bikin paspor secepatnya. Akhirnya minta kirimin KK, akta kelahiran, dan ijazah asli dari rumah. Oh ya, ini pengalaman beberapa bulan lalu, tepatnya akhir tahun 2020.

Berdasarkan info, dokumen yang dibutuhkan adalah:

1. KK. Asli dan fotokopi.

2. E-KTP. Asli dan fotokopi. Pastikan kertas fotokopinya tidak dipotong, jadi biarkan satu kertas penuh.

3. Asli dan fotokopi salah satu dari akta kelahiran/ijazah/buku nikah. Aku memilih akta kelahiran.

Langkah pertama yaitu mendaftar antrian online, bisa lewat website antrian.imigrasi.go.id (sayangnya sudah cukup lama tidak bisa diakses) atau aplikasi Layanan Paspor Online yang bisa diunduh di Play Store. Untuk langkah-langkahnya bisa diikuti sendiri, atau jika ingin tahu tutorialnya, sudah banyak yang membahasnya di internet.

Nah, yang mau aku tekankan adalah proses pengajuan paspornya. Saat itu aku dapat antrian jam 11 pagi. Agak buru-buru sebenarnya karena harus pakai make up hihihi. Namanya bukan pro, maka make up-nya cukup menyita waktu. Akhirnya makanan yang sudah disiapkan sehari sebelumnya tidak dimakan pagi itu, hiks. Habisnya takut telat. Belum tahu tempatnya juga.

Dengan mengandalkan Google Maps, sayangnya ketika di lapangan ternyata rute yang ditampilkan kurang tepat. Duh, akhirnya cari jalan lain, deh. Mana jamnya sudah cukup mepet, dan belum sarapan juga, huhuhu. Namun syukurnya aku bisa datang tepat waktu di menit-menit terakhir menuju jam 11 hahaha.

Sesampainya di sana, karena lagi musim corona, tentunya dicek suhu tubuh. Sudah disediakan pula tempat untuk cuci tangan beserta sabunnya. Ketika masuk ruangan, akan disambut oleh kuris-kursi berjejeran dengan meja petugas di depannya. Di sisi kanan ada bermacam-macam map dan kertas, ya ga jauh beda lah dengan bank. Jika bingung, bisa bertanya pada petugas yang berjaga harus mengambil kertas dan map yang mana, karena berbeda antara mengajukan paspor baru (paspor biasa atau elektronik) dan mengajukan penggantian paspor (yang masa berlakunya habis).

Setelah mengisi formulir, menuju ke arah resepsionis. Oh ya, kalau bingung dalam mengisi formulir juga bisa tanya-tanya tentunya. Aku waktu itu bingung karena banyak dan detail sekali kolom-kolomnya. Aku menutuskan untuk nggak mengisi semuanya (hahaha), dan ternyata petugasnya juga tidak meminta aku untuk mengisi semuanya. Oh ya, di situ tersedia pulpen, tapi lebih baik kalau bawa sendiri, dikarenakan sedang musim corona.

Di resepsionis, petugas akan mengecek formulir dan dokumen-dokumen persyaratan (asli dan fotokopi) dan menanyakan kode antrian online yang sudah didaftarkan sebelumnya. Setelah beres, petugas akan mencetak nomor antrian dan ditempel di depan map. Kita diarahkan untuk menuju ke lantai dua. 

Nomor antrian
 

Di lantai dua ruangannya lebih luas. Masih ada lantai lagi di atasnya tapi aku kurang tahu apa fungsinya. Aku juga nggak berani lihat-lihat, takut petugas keamanannya curiga, ahaha. Waktu itu sepi sekali, hanya ada dua-tiga biji pengunjung termasuk aku. Aku juga teringat waktu daftar antrian online gampang dapat jadwalnya, masih banyak slot kosong. Beda dengan cerita-cerita yang kubaca di internet tentang susahnya dapat jadwal antrian. Aku berpikir mungkin karena isi musim corona, ditambah lagi akhir tahun 2020. 

Tak lama menunggu, begitu seorang wanita keluar ruangan, namaku dipanggil. Tak hanya dipanggil, tapi tercetak juga di papan pengumuman yang bisa munculin tulisan itu loh, apa ya namanya, haha. Jadi nggak perlu takut nggak tahu kalau nama sudah dipanggil. Agak deg-dengan juga sih, karena judulnya 'wawancara' haha.

Selain itu, yang bikin agak deg-degan adalah sebelumnya aku baca pengumuman ini di story instagram Kantor Imigrasi Jakarta Pusat. Yang bikin kepikiran adalah poin kelima, secara KTP-ku bukan KTP DKI. Fakta ini baru kuketahui semalam sebelumnya, yang mana mungkin dong aku menyiapkan surat domisili/keterangan kerja dalam sekejap? Di samping itu aku juga malas mengurusnya hahaha.


Kupikir kan nggak usah begitu, bikin paspor bisa di mana saja dengan syarat yang sama. Aku pernah memperpanjang SIM di Jakarta dan tidak dimintai macam-macam sama petugasnya. Syaratnya sama saja dengan pemegang KTP DKI. Alhasil, aku menerapkan jurus positive thinking, optimis, dan membaca shalawat selama perjalanan ke kanim sampai dipanggil wawancara hahaha. Ditambah berdoa agar dimudahkan prosesnya sama Allah, dan akhirnya terkabul! Alhamdulillah...

Jadi ceritanya si mas tanya, aku kerja di mana dan asli mana. Lalu merembet ke lulusan universitas mana, jurusan apa, sebelum ke Jakarta kerja di mana, jadi apa, seperti apa pekerjaanku sekarang. Dia tahu kalau aku tidak menyiapkan surat keterangan kerja/domisili, jadi aku inisiatif ngeluarin ID card karyawan. Hahaha, sebenarnya ini sih siasat aku aja. Tapi ternyata itu nggak cukup. Ujung-ujungnya beliau minta aku nunjukin ijazah. Eh, permisi, bukannya akta kelahiran aja sudah cukup? Tanyaku dalam hati. Tapi katanya ini buat mempertegas aja, biar jelas keberadaanku di DKI Jakarta ini. Aku memang minta dikirimkan ijazah dari rumah, tapi jelas saat itu nggak aku bawa, dong. Aku kira akta kelahiran saja cukup. Lalu dia tanya, aku ada soft copy-nya nggak? Biar bisa di-print di bawah. Aku cari-cari soft copy-nya di hape tidak kunjung nemu, akhirnya ia tanya apa aku bisa nunjukin rekam jejak akademisku di internet? Akhirnya aku tunjukin laman profilku di website universitas. Katanya boleh di-print yang itu saja. Beliau juga bilang kalau ingin mempermudah urusanku, sebab perantauan yang bikin paspor di situ banyak, jadi beliau hanya ingin membantu, daripada aku bolak-balik cuma buat ngurus surat keterangan kerja. Huhu, aku diam-diam terharu. Jangan-jangan masnya juga anak perantauan.

Tapi akhirnya nemu tuh ijazah dalam bentuk pdf di hape, jadinya itu saja yang ku print. Kembali lagi ke lantai dua, alhamdulillah setelah itu tinggal foto.

Nah, pertanyaan wawancaranya ada lagi nih selain tadi? Ada, seperti ditanyain pertanyaan dasar yang sudah banyak diinformasikan di artikel lain di internet. Rencana mau pergi ke mana, tujuannya apa, semacam itu. Nggak ditanyain macam-macam, kok. Nggak ditanyain pula apa mau pergi di masa corona ini? Punya uang berapa di tabungan? Kapan mau pergi ke luar negeri?

Aku jawabnya ingin ke Jepang (Aamiin!!) untuk liburan. Optimis aja! Apalagi salah satu keuntungan punya paspor elektronik adalah dapat visa gratis ke Jepang. Kupikir info ini sudah banyak yang tahu, ya, jadi aku nggak akan bahas ini.

Setelah itu petugas memberi tanda terima dan tahap pendaftaran selesai. Nah, paspor baru bisa diproses setelah kita melakukan pembayaran. Bagaimana cara membayarnya? Bisa dengan berbagai cara. Kalau ingin di kantor imigrasinya langsung, bisa melalui kantor pos yang ada pas di samping tempat fotokopi dan print di bawah. Karena aku ga bawa uang cash, maka aku memilih untuk bayar lewat ATM bank. Lebih lengkapnya caranya bisa disimak lewat pengumuman di depan ruang wawancara.

 

Untuk cara pembayarannya bisa diakses lewat WA SIGAP, sudah jelas informasinya. Kalau bayar lewat ATM, kita tinggal masukin kode bayar yang tertera di tanda terima, nanti otomatis layar ATM memunculkan nama kita dan jumlah tagihan. Tinggal bayar dan jangan lupa struk bukti pembayaran disimpan untuk persyaratan mengambil paspor.

Di tanda terima sih bisa paspor jadi empat hari setelah pembayaran diterima, tapi karena aku mepet libur tahun baru, maka bisa saja mundur. Untuk lebih jelasnya, bisa dicek melalui WA SIGAP di gambar sebelumnya untuk tahu paspornya sudah jadi atau belum.

Satu tahun kemudian (ceilah, maksudnya awal bulan depan, yaitu Januari 2021) diinfokan lewat WA bahwa paspor sudah jadi. Dari aku apply hingga datang mengambil paspor ada waktu satu pekan kira-kira. Untuk mengambil paspor, bawa tanda terima, bukti pembayaran, dan e-KTP. Sesampainya di lantai satu, katakan pada resepsionis kalau ingin mengambil paspor. Dokumen akan dicek dan setelah itu diberi antrian dan tunggu di lantai dua, deh. Loket pengambilan persis di sebelah ruang wawancara.

 
Ada tempat charge ponsel juga

Ketika nomor antrian dipanggil, tinggal maju, serahin berkas, dan tak lama kemudian paspor sudah di tangan! Tanda tangan sebentar, dan wah, rasanya senang sekali akhirnya bisa punya paspor pertama kali. Maklum lah, selama ini jangankan ke luar negeri, naik pesawat saja belum pernah ehehe.

Di sisi lain ruangan ada coffee corner. Tersedia kopi dan teh gratis. Di kunjungan sebelumnya bohong kalau ngaku nggak lihat ada ini. Cuma karena malu-malu (ceilah malu) maka waktu itu nggak mampir. Tapi di hari pengambilan, karena nggak tahu kapan ke sini lagi, maka sayang kalau nggak mampir.

Di tempat itu cuma ada aku. Aku pilih kopi, yah walaupun krimernya habis, tak apalah. Tempatnya enak, dan aku sangat mengapresiasi layanan yang bagus di sini. Mulai tersedia coffee corner, air mineral gelas dingin, ruang menyusui, tempat charge hp, musala, dan lainnya.

 

Foto dari meja coffee corner. Di seberang adalah ruang wawancara.
 

  

Rasanya ingin menari saking senengnya dapat buku hijau kecil yang mirip buku nikah ini hahaha. Sampulnya tebal karena paspor elektronik (ada chip-nya) dan di dalamnya kertasnya juga berwarna-warni dan menampilkan gambar-gambar fauna khas Indonesia.

Halaman depan

Isinya

Halaman belakang

Satu hal yang cukup aku sayangkan selama dua hari kunjunganku ke Kanim Jakpus. Di hari pertama, karena tidak kenal dengan lingkungannya, aku kena parkir liar. Jadi ketika sampai di depan gedung, aku tidak tahu harus parkir di mana. Kebetulan di depan ada bapak-bapak, kupikir tukang parkir, yang akhirnya aku tanya di mana parkirnya, secara sedikit sekali motor yang aku lihat di situ. Kulihat di sekitar pun tak ada rambu yang menunjukkan di mana letak parkir motor. 

Bapak itu bilang kalau bisa parkir pas di depan gedung. Yah, berarti memang benar dia yang jaga 'parkiran'. Sebenarnya rada mengganjal sih, cuma karena lagi buru-buru, ya sudah parkir saja di situ. Dan firasatku makin kuat ketika pas pulang, dia minta bayaran. Aku sih nggak ngeh ya, kupikir gratis, tapi pas aku mulai tancap gas, dia bilang kalau harus bayar -_- 

Pulangnya aku DM Kanim Jakpus lewat Instagram, dan terungkap bahwa memang itu parkir tidak resmi. Aku sudah bilang sih agar ditindaklanjuti soal parkir liar itu. Aku diberi info kalau untuk parkir, mereka pakai parkir terpadu. Awalnya agak kepo, apa sih maksudnya parkir terpadu?

Ternyata itu lahan parkir khusus untuk semua pengunjung kompleks itu. Di daerah situ kan banyak kantor layanan semacam itu, dan semua pengunjung dipusatkan untuk parkir di situ. Dan konyolnya, di hari pertama pun aku melewati itu. Cuma kan memang aku nggak ngeh, kupikir itu parkiran khusus untuk pengunjung apa gitu.

Seingatku cuma bayar 2000, beda dengan parkir liar yang ditagih 3.000. Huft. Mungkin itu sih kekurangan selama aku mengurus paspor di sana. Tapi overall, semuanya bagus. Terima kasih, Kanim Jakpus.

Komentar

Postingan Populer