Bagaimana Bullying Dapat Memengaruhi Semangat Hidup

Topik bullying rasanya nggak akan pernah habis dari zaman dulu sampai sekarang. Bahkan seiring berkembangnya zaman, bentuk bullying pun sudah tidak secara langsung lagi. Kini juga dikenal yang namanya cyber bullying.

Kupikir aku tidak akan kena cyber bullying, dikarenakan aku bukan social media freak atau suka posting di medsos seakan cari 'pengakuan' dari orang-orang, atau ingin cari eksis. Cyber bullying yang aku alami dikarenakan cerita yang aku unggah online.

Jadi ada suatu platform untuk mengunggah cerita tulisan sendiri. Di sini aku sengaja tidak menyebut apa nama platform nya. Awal-awal aku bikin cerita yang terdiri dari beberapa bab itu, aku merasa puas dengan hasilnya. Para pembaca pun ingin ceritanya segera dilanjutkan. Namun sayangnya aku kehilangan selera menulis tiba-tiba. Sampai di suatu saat ketika ada keinginan untuk melanjutkan lagi, ternyata orang-orang masih mau mengikuti. Saat itulah aku menulis tak ada henti, seakan ide mengalir terus tanpa ada writer's block. 

Tapi tiba-tiba aku berhenti lagi. Bukan karena writer' block, tapi karena adanya beberapa komen 'jahat' di bab-bab terakhir yang terunggah. Aku sama sekali tidak menyangka akan dapat komen jahat itu, karena sebelum itu aku selalu dapat tanggapan positif. Sekali dua kali aku biarkan, tapi datang lagi komen-komen jahat selanjutnya, yang pada akhirnya membuatku berhenti menulis cerita itu. 

Tapi satu hal yang aku perhatikan. Komen-komen jahat hampir selalu datang dari anonim, alias tidak login ke akun yang dimiliki di platform tersebut. Mungkin mereka memang ingin menghina sembarangan, makanya mereka tidak mau pakai identitas mereka. Mereka tidak memberi tanggapan yang membangun. Mereka hanya bilang yang jelek-jelek atau tidak meminta klarifikasi dariku kalau memang ada hal yang mengganjal pikiran mereka. Singkat kata, mereka mungkin bisa disebut pecundang dan pengecut.

Tapi walau begitu, aku tetap terpukul. Aku ingat mentalku tiba-tiba anjlok dan aku menangis. Bahkan jika pakai bahasa lebay, aku jadi kehilangan semangat hidup sampai berhari-hari. Sesungguhnya aku orang yang cuek, tapi ternyata hal-hal yang kelihatannya 'sepele' bisa jadi memukul orang hingga terperosok ke bawah. Aku sama sekali tak bermaksud untuk menjadi down, hanya saja perasaan itu datang dengan sendirinya. Aku bertanya-tanya apa kesalahanku. Aku merasa tulisanku sudah cukup bagus. Ketika aku membaca tentang suatu tokoh, aku bahkan terbawa emosi karena tokoh tersebut menyebalkan atau punya latar belakang yang menyedihkan. Aku merasa kata-kata yang aku tuturkan sudah bagus. Aku merasa tulisanku cukup membuat orang penasaran bagaimana kelanjutan ceritanya. Seumur hidup aku membaca tulisan orang lain di platform tersebut, aku tidak pernah menemukan cerita yang dapat komen negatif seperti yang aku dapat, baik dari segi bahasa maupuun jumlahnya. Lalu yang salah di mana?

Aku ingat ada komen yang bilang ceritaku 'nggak jelas'. Aku berusaha mengartikan apa maksudnya. Pikiranku berputar-putar dan sampai pada satu kesimpulan: mungkin karena ceritaku anti-mainstream. Aku tidak menjabarkan bagaimana maksudnya, tapi jenis tulisanku memang tidak banyak yang dipakai oleh penulis yang menulis dalam bahasa Indonesia di platform tersebut. Dari sini aku berusaha menghibur diri, bahwa sesuau yang berbeda menjadi dibenci bukan berarti itu buruk. Bisa jadi dibenci karena memang tidak mencerminkan selera orang kebanyakan. Hanya itu. Kelihatannya cukup sederhana, tapi herannya aku masih down hingga sekarang, padahal itu sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Ketika aku kini tiba-tiba mengingatnya, aku sedih bahkan bisa menangis lagi, apalagi cerita tersebut sudah terbengkalai. Masih ada di platform tersebut, tapi terkubur di antara cerita-cerita lain, tidak pernah tersentuh dan terlupakan. Padahal dulu aku punya harapan tinggi padanya. Mungkin dengan ini terselip satu pembeajaran: tidak usah kepedean, hahaha.




Dari sini aku dapat menyimpulkan bahwa bullying memang berbahaya, entah bagaimana wujudnya. Sebenarnya jika tidak menyukai sesuatu, daripada memuntuhkan kata-kata yang tidak pantas, hendaknya disampaikan dengan cara yang lebih baik. Jika tidak mampu, lebih baik diam saja. Kita tidak tahu jika apa yang dianggap 'bercanda' atau 'biasa-biasa saja', ternyata langsung menjatuhkan mental orang lain. Kita tidak pernah tahu apa jelasnya latar belakang orang tersebut. Bisa jadi kita mengganggu hal paling sensitif dan pribadi dalam dirinya tanpa disadari. Masih untung jika korban bisa bangkit kembali, syukur-syukur bangkit sendiri. Kalau tidak?

Aku sendiri jika tidak menyukai sesuatu, daripada diekspresikan dalam bentuk gosip atau hal negatif lainnya, aku memilih diam dan menyimpannya untuk diriku sendiri. Seperti contohnya jika aku tidak suka dengan seseorang, aku akan menyimpannya sendiri, sebab jika ternyata dia tak seburuk yang aku pikirkan, aku akan malu karena sudah bicara yang tidak-tidak tentang dia pada orang lain. Ini pernah terjadi, dan aku bersyukur karena selama aku punya pandangan negatif tentangnya, aku tak pernah menceritakannya ada orang lain. 

Tapi setelah dapat pengalaman tidak mengenakkan begitu, apa aku berhenti menulis? Tidak. Memang setelah kejadian itu, aku berhenti menulis untuk beberapa saat karena masih 'trauma', tapi setelah itu aku lanjut menulis lagi. Aku merubah sedikit jenis tulisanku menjadi jenis yang lebih disukai banyak orang, namun memang hanya sedikit. Aku tetap ingin menulis sesuatu yang agak berbeda. Aku tahu risikonya: mendapat suka, komen, dan pengikut yang lebih sedikit daripada ide yang lebih 'mainstream', tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali. Setidaknya aku tahu kalau di luaran sana masih ada yang suka dan menghargai karyaku. 

Komentar

Postingan Populer